Halaman

Minggu, 30 November 2014

Hanya Kode, Kode, dan Kode

Hanya Kode, Kode, dan Kode

Kode, kode kode!
Bisa, bisa bisa!
Tapi selalu saja
Kode-kode itu di sana saja

Setahun, satu setengah tahun masih di sana

Kode-kode itu lucu kalau aku menanggapinya dengan lucu
tapi . .
Tapi aku terlanjur menanggipinya serius dengan mimic serius ingin melihat kode itu nyata
Aku terlanjur berharap kode-kode itu terpecahkan dalam batasan-batasan waktu yang aku inginkan
Semakin aku ingin kode itu terpecahkan, semakin tidak lucu kode-kode itu
karena pikiranku
karena mauku

Aku mau kode-kode itu terselesaikan,
terealisasikan
Aku mau nyata, nyata, dan nyata!
Tapi setahun, satu setengah tahun, dua tahun,
masih di sana.
Bahkan akhirnya aku meyakini kode-kode itu akan masih di sana
sampai sejuta tahunpun masih tetap di sana
Tidak akan pernah nyata

Setahun, satu setengah tahun kode-kode itu tak terpecahkan jua
Setahun, satu setengah tahun, dua tahun pun masih di sana
Kode-kode yang belum jua terpecahkan itu benar-benar membuatku bosan bosan dan bosan
Setahun, setengah tahun, kode-kode itu membingungkan
Setahun, satu setengah tahun, kode-kode itu . . .
Beginikah? Begitukah? Mungkinkah? Iyakah?

Bisa, bisa bisa!
pekikku ketika melihat jalan terang.
Kode-kode yang sebenarnya sederhana
Sangat-sangat sederhana untuk dibuat nyata
Tapi tidak ada jalan ke sana
Tidak mau mencari jalan ke sana

Setahun, satu setengah tahun lalu minta kesempatan
Beri kesempatan! Beri kesempatan!
Ditunggu wujudnya
Kode-kode itu masih di sana
Padahal waktu terus berjalan nyata
Menunggunya!

Nikmatilah kode-kode itu
Aku tidak mau pusing dibuatnya
Makanlah kode-kode itu
Hiduplah dengannya!

Hahaha . .
Dan akhirnya aku menyerah
Aku bosan
Menyerah karena bosan
Bosan karena menyerah
Semua kode datang dari Tuhan
Dengan izin Tuhan aku kembalikan kepada Tuhan
Tak ingin aku terpusingkan!
Menikmati tawa sambil guling guling saja!


Yayah
Depok, 1 Desember 2014 / 9 Shafar 1436 H




Sabtu, 15 November 2014

Boleh Mewarnai uban dengan Warna Apa Saja dan tidak Mencabutnya

Boleh Mewarnai uban dengan Warna Apa Saja
dan tidak Mencabutnya

Bismillaahirrahmaanirrahiim . .

Baik uban pada jenggot atau kepala, dalam hal ini tidak perbedaan antara perempuan dan laki-laki, di mana keduanya dibiarkan membiarkan uban yang ada pada (rambut atau janggutnya) dan tidak mencabutnya. Dalilnya adalah hadits ‘Amar bin Syu’aib r.a. dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah bersabda sebagai berikut (terjemahannya): “Janganlah kalian mencabut uban, karena ia merupakan cahaya bagi seorang Muslim. Tidaklah seorang Muslim membiarkan ubannya –selama ia masih Islam-, kecuali Allah akan mencatat  baginya satu kebaikan, mengangkatnya satu derajad, dan menghapus satu kesalahan.” (Hadiits Riwayat ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah)
Anas r.a. berkata, “Kami tidak senang dengan seorang laki-laki yang mencabut sehelai uban dari kepala dan jenggotnya.” (Hadits Riwayat Muslim)

Diperbolehkan Mengubah warna Ubdan dengan Inai

Warna merah, warna kuning, dan warna-warna yang lain boleh diergunakan untuk menyemir rambut. Sebagai landasan atas hal ini adalah hadits dari Abu hurairah r.a. Ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Orang Yahudi dan Nasrani tidak mau menyemir (rambutnya yang beruban). Oleh karena itu, bedakanlah dirimu dengan menyemir rambutmu.’”  (Hadits Riwayat Muslim)

Abu Dzar berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik bahan untuk mengubah warna uban adalah inai dan semir.” (Hadits Riwayt Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Daud, dan Tirmidzi)

Meskipun ada juga hadits yang menyatakan makruh menyemir uban, namun para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Perbedaan pendapat ini berdasarkan pada usia, kebiasaan, dan tradisi. Sebagian shahabat meriwayatkan bahwa membiarkan uban tanpa menyemirnya adalah lebih utama, sedangkan sebagian yang lain menyatakan bahwa menyemir uban adalah lebih utama. Di antara mereka ada yang menyemir ubannya dengan warna kuning, sebagian lagi dengan menggunakan inai, ada yang menggunakan za’faran, dan ada juga sebagian yang menyemir ubannya dengan warna hitam.

Dalam kitab Fath al-bari’, alhafiz Ibnu hajar menyebutkan satu riiwayat dari ibnu Syihab az-Zhukhri, ia berkata, “Kami biasa menyemir rambut dengan warna hitam ketika wajah masih segar. Namun setelah wajah berkerut dan gigi telah ompong, kamipun tidak menyemirnya lagi.”

Jabir r.a. meriwayatkan sebuah hadits, ia berkata, “Pada waktu penaklukan Kota Makkah, Abu Quhafah – ayah Abu Bakar – menghadap kepada Rasulullah SAW, sedangkan kepalanya laksana kapas (baca: telah beruban). Melihat itu, Rasulullah SAW bersabda, “Bawalah ia kepada salah seorang istrinya supaya menyemir rambutnya, tapi jangan menggunakan warna hitam.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Nasai)

Pada dasarnya hadits ini bertentangan dengan keterangan-keterangan yang telah dijelaskan sebelumnya, di mana rambut yang sudah beruban dapat disemir dengan warna apapun. Namun, pernyataan hadits ini bersifat khusus karena berkaitan dengan peristiwa yang khusus pula. Dengan kata lain, hukum ini hanya dikhususkan kepada Abu Quhafah. Karenanya, hadits ini tidak dapat dijadikan landasan hukum yang berlaku secara umum. Di samping itu, seorang laki-laki yang seusia Abu Quhafah, di mana seluruh rambutnya sudah memutih hingga laksana kapas, tidak sepatutnya menyemir rambut dengan warna hitam. perkara seperti ini memang tidak pantas dilakukan.

Sumber: terjemahan Kitab Fikih Sunnah Jilid I, Sayyid Sabiq, Cakrawala Publisihing, Jakarta, 2008 Bab Sunnah-sunnah Fitrah hal. 62 – 64) . .

Maree maree . .
Suriyah aka Yayah
Depok, 15 November 2014 / 22 Muharram 1436 H
untuk Indonesia yang lebih baik





Kamis, 13 November 2014

Pahala Orang yang Mengajarkan Kebaikan dan Dosa Orang yang Mengajarkan Keburukan

Pahala Orang yang Mengajarkan Kebaikan
dan Dosa Orang yang Mengajarkan Keburukan

Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad

Alquran menyeru orang-orang beriman untuk berbuat baik dan mengajarkan kebaikan. Salah satunya adalah Quran Surat An-Nahl ayat 125. Sebagai pengejawantahan perintah di atas, Rasul menyampaikannya dalam sebuah hadits berikut:
 “Siapa yang mulai membuat contoh dalam Islam berupa amalan yang baik, ia memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengerjakan itu sesudahnya (sepeninggalnya), tanpa mengurangi sedikitpun pahala-pahala mereka yang mencontohnya. Dan siapa yang mulai membuat contoh dalam Islam berupa amalan yang buruk, maka ia menanggung dosanya sendiri dan dosa orang yang mengerjakan itu sesudahnya (sepeninggalnya) tanpa sedikitpun mengurangi dosa orang yang mencontohnya.” (Hadits Riwayat Muslim)

Periwayatan lebih lengkap dari hadist di atas adalah sebagai berikut:
Dari Abu ‘Amr yaitu Jarir bin Abdullah r.a., dia berkata: “Kami perrnah berada pada tengah hari di sisi Rasulullah SAW, kemudian datanglah kepada beliau satu kaum yang telanjang, mengenakan kain shuf tebal dengan baris-garis, yang dilobangi dari kepala (mengenakan baju kurung), sambil menyandang pedang. Kebanyakan mereka dari suku Mudhar, atau memang semuanya dari Mudhar. Berubahlah rona wajah Rasulullah SAW karena melihat mereka dalam keadaan miskin. Kemudian beliau masuk (ke rumahnya) lalu keluar lagi, terus menyuruh Bilal mengumandangkan adzan. Selanjutnya Bilal adzan dan iqamat, lalu shalat. Kemudian beliau berkhutbah. Beliau SAW membacakan ayat: ‘Hai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri (Adam). Sesungguhnya Allah itu Maha Penjaga bagimu semua.’ (Quran Surat An Nisaa’: 1). Beliau membacakan pula ayat yang ada dalam surat Al-hasyr: ‘Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).’
‘(Hendaklah) ada orang yang bersedekah dengan dinarnya, dirhamnya, bajunya, sha’ gandumnya, juga dengan sha’ kurmanya.’ bahkan beliau bersabda: ‘Sekalipun dengan potongan kurma.’
Selanjutnya ada pula seseorang dari kaum Anshar yang datang dengan suatu wadah (pundi) yang tapak tangannya hampir tidak kuasa mengangkatnya, bahkan sudah tidak kuat. Selanjutnya  berduyun-duyunlah orang memberikan shadaqahnya masing-masing, hingga aku melihat ada dua tumpukan makanan dan pakaian. Aku melihat wajah Rasulullaah SAW berseri-seri, seolah-olah wajah beliau bersinar bersih sekali. Kemudian beliau bersabda: ‘Siapa yang mulai membuat contoh dalam Islam berupa amalan yang baik, maka ia memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengerjakan itu sesudahnya (sepeninggalnya), tanpa mengurangi sedikitpun pahala-pahala mereka yang mencontohnya. Dan siapa yang mulai membuat contoh dalam Islam berupa amalan yang buruk, maka ia menanggung dosanya sendiri dan dosa orang yang mengerjakan itu sesudahnya (sepeninggalnya) tanpa sedikitpun mengurangi dosa orang yang mencontohnya.’” (Hadits Riwayat Muslim)

Sumber: Terjemahan Kitab Riyadhus Shalihin, Imam An-Nawawi, Tim Pustaka as-Sunnah Bab 19 hal. 192 – 194, Cetakan ke-2 Desember 2010)

Semoga membawa manfaat. Komputer saya (saya) belum bisa menghadirkan versi tulisan Arabnya.


Maree maree . .
Depok, 13 November 2014 / 20 Muharram 1436 H
Suriyah aka Yayah
Untuk Indonesia yang lebih baik