Halaman

Jumat, 08 November 2013

Tanggung Jawab Menafkahi Istri, Kalau Suami Meninngal, Diatur dengan Baik oleh Quran

Tanggung Jawab Menafkahi Istri, Kalau Suami Meninngal, Diatur dengan Baik oleh Quran


'Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruj pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang makruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.' (Quran Surat Al-Baqarrah: 240) . .

Penjelasan ayat di atas menurut Tafsir Muyassar Jilid 1:

'Sebelum seorang suami meninggal dunia, hendaklah ia mewasiatkan untuk istrinya sejumlah harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup satu tahun penuh sepeninggalnya. Karena, ketika seseorang meninggal, istrinya tidak boleh keluar dari tempat tinggalnya selama satu tahun tersebut. Dahulu, masa setahun ini adalah masa 'iddah bagi wanita yang ditinggal oleh suaminya, kemudian ketatapan ini dihaous dan diganti menjjadi empat bulan sepuluh hari.

Perhatikanlah, betapa Allah melindungi hak-hakk dan menentukan batasan-batasan dengan sangat bijaksana. Apabila seorang istri keluar dari rumah suaminya yang meninggal dunia setelah habis masa 'iddah-nya maka tidak ada dosa bagi wali untuk memberi izin kepadanya untuk berhias, mempercantik diri, dan menggunakan minyak wangi sesuai dengan ketentuan yang dibolehkan syariat dengan maksud agar ada yang melamarnya lagi. Yang demikian itu, karena Dia Maha Perkasa dan berhak memerintah, Maha Bijaksana dan bersikap adil.

Di antara salah satu wujud keperkasaanNya adalah bahwa Allah menurunkan perintah dan larangan-larangan. Sedangkan di antara bukti akan hikmahNya adalah bahwa Allah menetapkan hhukum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi.'

Demikianlah penjelasan ayat di atas. Ini hanya satu ayat, dan tentunya memerlukan penjelasan dari hadits-hadits Nabi jika terjadi kondisi-kondisi tertentu, untuk dijadikan rujukan. Mengapa? Karena dalam kehidupan sehari-hari ada berbagai peristiwa yang tidak sama persis dengan peristiwa-peristiwa pada zaman Nabi. 

Peristiwa-peristiwa lain itu misalnya: Bagaimana kalau sang istri bekerja di kantor atau berdagang atau lainnya? Apakah boleh bekerja? Bagaimana kalau suaminya tidak punya harta banyak? Bagaimana kalau, bagaimana kalau, dan bagaimana kalau?

Nha, kalau kamu mau lebih pinter dari aku, sila baca buku-buku fiqih dan pergi mengaji fiqih kepada guru fiqih yang pintar dan sila buka-buka internetnya. Kalau sudah, sila berbagi ilmunya kepada saya. Saya bukan orang pintar, hehehe . . Oke? . . 


Yang pasti, yang membuat saya kagum dengan ayat ini, saya melihat bahwa masalah ekonomi, nafkah keluarga, ternyata menduduki posisi sangat penting, salah satu tanggung jawab suami yang diatur Allah sedemikian detail. Dan, tentunya, baru kali ini tahu perintah seperti itu. Luar biasa! 

Subhaanallah walhamdulillaah wa laa ilaaha illaalloohu Allahu Akbar . .

Maree maree . . 

Yayah
Depok, 9 November 2013
Untuk Indonesia yang lebih baik



Tidak ada komentar:

Posting Komentar