Halaman

Jumat, 09 Maret 2012

Ketika Penjahat Berkuasa

Ketika Penjahat Berkuasa


Sore menjelang malam ini teman kantorku pulang lebih awal dari biasanya. Beberapa menit kemudian dia naik lagi ke kantor kami di lantai 10 karena hujan deras. Dengan muka bersungut-sungut bombay dia cerita kalau dua kaca spionnya ludes dicongkel maling.

"Kesel gak sih? Dua kaca spion dicongkel orang di parkiran. Tanya para satpam katanya gak ada yang tahu. Dijagain gak sih? Spion itu kan bukan asesoris. Spion itu nempel, kalau mai ngambil musti ada usaha tertentu. Masa gak lihat? Kata satpam yang aku tanya biasanya ada satu orang jaga. Bener-bener ngeselin.'

Dengan pura-pua tak perhatikan dia, aku nyeletuk ke teman sebelah yang masih kerja.
Begitu tuh kalau penjahat lebih berkuasa dari orang baik. Orang baik-baik jadi tukang ngalah mulu."
"Iya," jawab temanku.

Bukan apa. Temanku yang kehilangan kaca spion itu orangnya baik banget. Kalau pas diskusi soal hukuman buat koruptor, maling, dan sebangsanya dia paling tidak setuju adanya hukuman mati atau potong tangan.
"Aku paling enggak setuju kalau hukuman itu menghilangkan apa-apa yang alami yang ada pada seseorang."

Kalau aku jadi penegak keadilan, aku akan tegakkan potong tangan, potong kaki, potong rambut, potong dompet, potong leher, dan apa saja yang memungkinkan tegaknya hukum, yang kaya bahagia, yang miskin bahagia, tidak mengalami ganggun dari sesama. Sok ideal gak papa lah, daripada pasrah pada nasib tanpa berharap apa-apa. Siapa tahu, dari berantem-berantem kecil dengan teman kantor, ngotot-ngototan lucu, saling cela, bisa tercipta secercah keadilan. yang nyela bukan penegak hukum, yang dicela juga kurang lebih sama. Apa yang kita harapkan?

Baiklah! Selama berharap tidak  bayar, selama berharap tidak didenda, selama berharap tidak merugi apa-apa, aku akan terus berharap, yang baik-baik.

Maree maree . . .

Yayah
Jakarta, 9 Maret 2012 
Untuk Indonesia yang lebih baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar