Halaman

Sabtu, 11 Februari 2012

“Ibu yang Baik adalah Ibu yang Sabar Meladeni Kecerewetan Anaknya”

“Ibu yang Baik adalah Ibu yang Sabar Meladeni Kecerewetan Anaknya”

Olala Bibeh!
Sore ini aku naik angkot dari Klinik Erha Margonda, Depok ke arah Gramedia. Selang beberapa menit seorang dari waktu aku duduk, seorang Ibu yang menggendong tas anak di punggungnya, mungkin tas anaknya, dan mencangklong kantong HP yang padat terisi dua HP, dengan anaknya yang usianya sekitar tiga tahun, masuk dan duduk di angkot yang sama. Si anak, sebagaimana umumnya anak kecil yang baru melihat sisi kecil dunia, dia bertanya apa saja yang baru di pikirannya. 
“Mami, ini mobil yang kita naiki tadi ya, Mi?”
“Bukan, beda.”
“Kok warnanya sama? Jalannya ke mana? Sama ama yang tadi?”
“Oh. Beda supirnya,” jawas si ibu ketika dia paham bahwa anaknya menyangka itu mobil yang sama karena warnanya sama.
Ketika anak itu bernyanyi, “satu dua tiga”, si ibupun memberikan dukungan dengan ikut bernyanyi, bahkan tepuk tangan. Setelah bernyanyi tiga babak, si ibu berhenti dan membiarkan anaknya bernyanyi sendirian. Tanpa kenal lelah anak it uterus bernyanyi, mengulang frasa yang sama berkali kali and terus  menerus seolah-olah tanpa lelah: “satu dua tiga, satu dua tiga, satu dua tiga, satu dua tiga, satu dua tiga.”
Menyadari mereka sedang di tempat umum, dan tidak ingin orang di sekitarnya terganggu, si ibu lalu: ‘ssssttt, ssstttt’ beberrapa kali, isyaratkan supaya anaknya berrhenti mengoceh. Dasar anak kecil, dia bilang bahwa dia menyanyi ‘satu dua tiga’ supaya semangat.  Entah siapa yang dia semangati.
Begitu sampai di tempat tujuan, aku lihat ibu itu dengan rasa sayang mengajak anaknya turun, terlebih dahulu turun dan meraih anaknya yang masih di dalam angkot denngan penuh rasa cinta.
Oh Ibu. Engkau begitu sabar mengikuti kemauan-kemauan anakmu. Engkau rela membawa tas yang bukan lagi tas orang-orang seusiamu. Engkau rela menyanyi yang jelas-jelas bukan lagu kesayanganmu. Engkau begitu sabar menjawab setiap pertanyaan anakmu.
Pertanyaanku buat ibu yang baik tadi: “Ketika Ibu sudah tua nanti, apakah puteri Ibu akan sabar seperti Ibu, ketika Ibu bertanya berbagai hal yang Ibu ingin tahu?”
‘Adakah puteri Ibu akan mengikuti keinginan-keinginan Ibu untuk membahagiakan Ibu? Seandainya bisa begitu, aku akan turut bahagia.”
Hari ini aku mendapat pelajaran berharga tentang cinta ibu. Semoga aku bisa mencintai ibuku lebih baik dari cintaku yang sudah lalu. Aamiin

Yayah
Depok, 11 Februari 2012
Untuk Indonesia yang lebih baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar