Halaman

Senin, 06 Februari 2012

Ah, Si Ayah. Ayah Macam apa ya?

Ah, Si Ayah. Ayah macam apa ya?



Pagi itu, Minggu, 5 Februari 2012, aku sedang memotret-motret jajaran sampah plastik di kiri kanan jembatan Juanda, Jalan Juanda Depok, Jawa Baray. Sampah-sampah itu penting untuk aku abadikan karena sudah lama, berbulan-bulan, tidak ada tindakan dari pihak-pihak terkait untuk membersihkannya dari kini kanan jembatan, di atas aliran air.

Tiba-tiba dari arah Barat berjalan ayah dan anak sekitar 4 tahun, dengan percakapan sebagai berikut:

Anak: 'Air sungainya berbuih. Ada sabunnya ya, Yah?'
Ayah: ' iya'.

Dan merekapun melanjutkan perjalanannya.

Aku yakin Sang Ayah paham bahwa buih di air itu bukan disebabkan oleh busa sabun. Aku berfikir bahwa Sang Ayah tidak ingin berpanjang-panjang berbicara dengan anaknya tentang air berbuih itu. Bisa saja Sang Ayah tidak ingin membiarkan anaknya berfikir kritis, menanyakan ini itu, dengan memberi penjelasan yang sebenarnya.

Mengiyakan apa yang dikatakan orang adalah cara terbaik untuk menghentikan pembicaraan seseorang.

Orang tua bisa mencoba menjelaskan apa-apa yang anak ingin tahu, sebagai sarana bertukar pikiran. Selain itu mereka bisa berdiskusi dua arah untuk merangsang anak berfikir kritis. Mereka ada karena mereka berfikir.

Ah, si ayah. Ayah macam apa ya?

Yayah
7 Februari 2012
For a better Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar