Halaman

Selasa, 07 Februari 2012

Sing Penting Eling = Yang Penting Ingat

Sing Penting Eling = Yang Penting Ingat

“Yang penting ingat.” Itu salah satu ajaran penting dari para orang tua yang memegang teguh nilai-nilai falsafah Jawa. Sebagian orang mengartikan bahwa mereka tidak perlu  mmenjalankan syariat-syariat, tata cara peribadatan agama, tetapi yang penting ingat pada Allooh. Sementara aku, “ingat” bermakana luas, jauh lebih luas dari sekedar mampu mengingat apa-apa yang telah dilakukan di masa lampau atau ingat tentang apa apa-apa yang harus dilakukan.
Ingat kepada Tuhan berarti kita “sadar” bahwa Tuhan selalu mengawasi kita, bahkan dari maksud hati yang terkecil sekalipun. Ingat Tuhan berarti sadar bahwa kita akan mendapat balasan sebagai akibat dari tindakan yang kita lakukan. Kalau tindakan kita baik, kita akan mendapat balasan baik. Kalau tindakan kita tiak baik, kita akan mendapat balasan yang tidak baik juga.
Saudara-saudara kita yang saat ini sedang gonjang-ganjign diterpa kasus hukum, kasus korupsi, kasus pencucian uang, kasus pemalsuan surat, dan kasus-kasus besar da kecil lainnya, mungkin telah “lupa” ketika mereka sedang berada di atas, sebagai pembesar partai penguasa.  Mereka lupa bahwa ada KPK yang siap menggilas siapa saja yang terlibat kasus korupsi yang potensial merugikan Negara. Mereka lupa bahwa ada Pengadilan tipikor yang akan membeberrkan bukti-bukti pelanggaran hukum mereka, tanmpa memandang apakah mereka dulunya orang penting, apakah mereka dulunya artis, apakah mereka dulunya pejabat, apakah mereka dulunya dekat dengan orang nomor satu, dan sederet posisi penting di dunia lainnya. Mereka lupa bahwa sekecil tindakan baik dan tindakan buruk pasti aka nada balasannya.
Yang melawan hokum akan berhadapan dengan hukum. Yang korupsi akan diadili sebagai koruptor. Yang berdusta akan dilabeli sebagai pendusta. Yang menipu akan dilabeli sebagai penipu. Yang menghujat akan menerrima balasan sebagai penghujat.
Balasan-balasan itu akan tampak sederhana kalau Tuhan langsung memenjarakan mereka di penjara Tuhan tanpa campur tangan proses pengadilan manusia. Balasan-balasan itu akan tampak sederhana jika Tuhan langsung mematikan para pendosa. Yang menjadi masalah adalah ketika Tuhan menyerahkan balasan-balasan itu kepada manusia melalui hukum ketatanegaraannya maupun sanksi-sanksi sosialnya. Para pelanggar ketentuan dosa dihinggapi rasa malu, dicemooh di media, tetangga tidak tega menatap mata mereka, digunjing olehs esama tetangga, anak-anak diejek teman-teman di sekolah, di pengadilan dibuka bukti-bukti keburukannya. Oh My God.
By the way asereje, tindakan-tindakan yang tidak baik itu apa aja yah? Mencuri? Menabrak orang di jalan? Menzinahi istri orang? Korupsi duit Negara? Menyontek? Memarkir kendaraan sembarangan? Bicara kasar pada orang tua? Mengambil untung dari belanja keperluan kantor? Malas belajar? Menggunjingkan keburukan teman, saudara, tetangga, orang tua, guru di facebook, BBM, dengan sesame teman, atau dengan cara and media lainnya? Banyak banget deh yang musti dihindari.
Banyak juga kan hal-hal baik yang membuat kita senang dan orang lain senang? Mentraktir teman dengan uang hasil kerja sendiri, misalnya. Atau mengirim uang untuk orang tua dari usaha dan gaji yang halal, menyumbang baju baru maupun baju bekas kepada pembantu , anak yatim, janda miskin, panti asuhan, dan mereka yang kekurangan. Atau menyampaikan ide-ide membangun Negara, dalam skala kecil maupun besar, dengan menulis di media, atau di jejaring social, atau lainnya.
Kiranya kita selalu “ingat”, “eling”. Tidak sombong keika di atas, tidak rendah diri ketika di bawah. Tuhan tidak menyuruh kita berbuat keburukan, yang merugikan diri sendiri, yang meminta pertanggungjawaban kita di dunia dan akhirat.
Yuk mare, “eling”, ingat”, untuk Indonesia yang lebih baik. Semangat!

Suriyah a.k.a Yayah
Depok, 8 Februari 2012
Untuk Indonesia yang lebih baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar